MAKALAH
HADIST TARBAWI
“IKHLAS
BERAMAL“
Dosen
pembimbing : AHMAD SAUPI, S.HI., M.PDI
Disusun oleh :
ELIS
MIARTI
Nim : T. PAI.
1. 2012. 037
AS’AD
Nim : T. PAI. 1. 2012. 054
M.MABRUR
Nim : T. PAI. 1. 2012. 028
Lokal IV A
Jurusan
Tarbiyah
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM
SYEKH
MAULANA QORI BANGKO
TAHUN
2014
KATA PENGANTAR
Alhamduliilahirobbil’alamin, penulis
memuji syukur kehadirat Allah SWT karena sampai detik ini Allah SWT masih
bermurah hati memberikan segala karunia-Nya sehangga penulis dapat
menyelesaikan makalah “ Ikhlas Beramal “
yang disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Hadist Tarbawi.
Salam sejahtera semoga tetap
tercurahkan pada nabi Muhammad SAW sebagai Rahmatan Lil’alamin. Semoga kelak
kita menjadi salah satu umatnya yang mendapatkan syafa’at dari beliau. Amin, Ya
Robbal’alamin.
Pada kesempatan kali ini penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan
bantuan baik dari segi moril maupun materil dan yang secara langsung maupun
tidak langsung Sebagai hamba Allah Swt, penulis yakin bahwa makalah ini jauh dari
sempurna. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun demi memperoleh hasil yang lebih baik
dikesempatan mendatang.
Bangko, 2014
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Ikhlas dalam beramal merupakan sikap yang tiada
mengharapkan tujuan lain selain dari pada untuk mendekatkan diri kepada Allah. Ikhlas dalam beramal tidak
boleh diikuti dengan niat riya, yaitu mengharapkan pujian atau kehormatan dari
sesamanya. Karena amal yang akan dibalas oleh Allah adalah amal yang dilakukan karena mengharap kasih dan
sayang-Nya, yaitu dengan keikhlasan di dalam hatinya.
Mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan judul diatas
merupakan hal yang sangat penting sekali. Karena banyak sekali orang yang
berbuat tidak disertai dengan niat yang ikhlas. Sehingga kita perlu tahu,
apa hal-hal yang menjadi tolak ukur ikhlas atau tidaknya
seseorang dalam berbuat kebajikan. Dan apa jadinya suatu amalan yang dilakukan
dengan niat bukan untuk mendapatkan ridha Allah.
B.
Rumusan Masalah
1.
Jelaskan
pengertian serta hadist tentang Ikhlas Beramal ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Ikhlas
Beramal
Secara bahasa ikhlas bermakna bersih dari kotoran dan menjadikan sesuatu
bersih tidak kotor. Maka orang yang ikhlas adalah orang yang menjadikan
agamanya murni hanya untuk Allah saja dengan menyembah-Nya dan tidak
menyekutukan dengan yang lain dan tidak riya dalam beramal.
Sedangkan secara istilah, ikhlas
berarti niat mengharap ridha Allah saja dalam beramal tanpa menyekutukan-Nya
dengan yang lain. Memurnikan niatnya dari kotoran yang merusak.
Para ulama sepakat bahwa niat dalam setiap amal itu
merupakan satu kemestian bagi diperolehnya pahala dari amal itu. Ikhlas karena
Allah dalam berbuat merupakan salah satu syarat diterimanya perbuatan itu. hal
ini, karena Allah tidak akan menerima amal perbuatan seseorang kecuali karena
keikhlasan, hanya mengharap ridho-Nya.[1]
Sebagaimana Hadist Rasulullah saw,
sebagai berikut :
عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ
اللهُ عَنْهُ قَالَ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ
اِنَّما اْلاَعْمَالُ باِلنِّيَةِ وَاِنَّمَالْاِمْرِئٍ مَانَوَ ىفَمَنْ كَانَتْ
هِجْرَتُهُ اِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ اِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ
وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ اِلَى دُنْيَايُصِيْبُهَا اَوْ اِمْرَاَةٍ
يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهُ اِلَى مَاهَا جَرَ اِلَيْهِ ( رواه البخاري )
Diriwayatkan
dari Umar ibn Khattab RA, ia berkata, saya mendengar Rasulullah SAW bersabda:
“Bahwasanya amal itu hanyalah berdasarkan pada niatnya. Sesungguhnya bagi
tiap-tiap orang (akan memperoleh) sesuai dengan apa yang ia niatkan. Barang
siapa yang hijrah karena Allah dan Rasulnya , maka ia akan memperoleh keridhaan
Allah dan Rasul-Nya. Barang siapa yang hijrahnya itu karena mencari dunia ia
akan mendapatkannya atau karena seorang perempuan, maka ia akan menikahinya.
Maka (balasan) hijrah itu sesuai dengan apa yang diniatkan ketika hijrah.”
(Muttafaqun Alaih).[2]
Rasulullah saw
mengeluarkan hadis di atas (asbab al-wurud)- nya ialah untuk menjawab
pertanyaan salah seorang sahabat berkenaan dengan peristiwa hijrahnya
Rasulullah saw dari Makkah ke Madinah yang diikuti oleh sebagian besar pejabat.[3]
Hadits ini menerangkan tentang keikhlasan seseorang
dalam beramal. Dan ini adalah inti dari segala amalan yang kita kerjakan.
Apalah artinya beramal yang banyak, kalau tanpa niat karena Allah. walaupun
seseorang beramal dengan ilmu yang benar, tetap dimata Allah tidak ada nilainya
sama sekali , kalau tanpa di barengi keikhlasan. Yang ada mungkin hanya pujian
dari orang lain dan kesombongan pada diri sendiri.[4]
Melalui hadits ini Rasulullah saw. menjelaskan pada kita
akan pentingnya -sebuah niat- dalam beribadah pada Allah. Niat inilah yang
sangat penting untuk senantiasa kita perhatikan setiap kita akan melakukan
amalan. Karena hanya dengan niat kita akan mengetahui apakah kita melakukan
amalan itu untuk mencari keridhaan Allah ataukah hanya untuk mendapatkan
popularitas atau pujian dari manusia.[5]
Pelajaran yang terdapat dalam Hadits :
- Niat merupakan syarat diterima atau tidaknya amal ibadah dan amal ibadah tidak akan mendatangkan pahala kecuali berdasarkan niat (karena Alloh ta’ala).
- Ikhlas dan membebaskan niat semata-mata karena Alloh ta’ala dituntut pada semua amal shaleh dan ibadah.
- Seorang mu’min akan diberi ganjaran pahala berdasarkan kadar niatnya.
- Hadits diatas menunjukkan bahwa niat merupakan bagian dari iman karena diamerupakan pekerjaan hati, dan iman menurut pemahaman Ahli Sunnah Wal Jamaahadalah membenarkan dalam hati, diucapkan dengan lisan dan diamalkan denganperbuatan.
- Wajib memperhatikan kebeningan hati dari dosa-dosa dan maksiat sertamenghindari riya ataupun mengharapkan pujian orang terhadapnya dan jugaberamalkarena mengharapkan kesengangan dunia belaka.[6]
B.
Istiqomah
Iistiqomah adalah menempuh jalan (agama) yang lurus (benar) dengan
tidak berpaling ke kiri maupun ke kanan. Istiqomah ini mencakup pelaksanaan
semua bentuk ketaatan (kepada Allah) lahir dan batin, dan meninggalkan
semua bentuk larangan-Nya. Rasulullah Bersabda :
عَنْ أَبِي عَمْرو، وَقِيْلَ : أَبِي عَمْرَةَ سُفْيَانُ بْنِ
عَبْدِ اللهِ الثَّقَفِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قُلْتُ : يَا رَسُوْلَ اللهِ
قُلْ لِي فِي اْلإِسْلاَمِ قَوْلاً لاَ أَسْأَلُ عَنْهُ أَحَداً غَيْرَكَ . قَالَ
: قُلْ آمَنْتُ بِاللهِ ثُمَّ اسْتَقِمْ [رواه مسلم]
Artinya : Dari Abu
Amr, -ada juga yang mengatakan- Abu ‘Amrah, Suufyan bin Abdillah Ats-Tsaqofi radhiallahuanhu
dia berkata, saya berkata, "Wahai Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa
sallam, katakan kepada saya tentang Islam sebuah perkataan
yang tidak saya tanyakan kepada seorangpun selainmu". Beliau
bersabda, "Katakanlah, saya beriman kepada Allah, kemudian berpegang
teguhlah (istiqomah-lah)". (HR. Muslim)
Pelajaran yang terdapat dalam hadits :
1.
Iman kepada Allah
Ta’ala harus mendahului ketaatan.
2.
Amal shalih dapat
menjaga keimanan.
3.
Iman dan amal saleh
keduanya harus dilaksanakan.
4.
Istiqomah merupakan derajat
yang tinggi.
5.
Keinginan yang kuat
dari para shahabat dalam menjaga agamanya dan merawat keimanannya.
6.
Perintah untuk
istiqomah dalam tauhid dan ikhlas beribadah hanya kepada Allah semata hingga
mati.[7]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pengertian Ikhlas Secara bahasa
bermakna bersih dari kotoran dan menjadikan sesuatu bersih tidak kotor. Maka
orang yang ikhlas adalah orang yang menjadikan agamanya murni hanya untuk Allah
saja dengan menyembah-Nya dan tidak menyekutukan dengan yang lain dan tidak
riya dalam beramal. Sedangkan secara istilah, ikhlas berarti niat
mengharap ridha Allah saja dalam beramal tanpa menyekutukan-Nya dengan yang
lain. Memurnikan niatnya dari kotoran yang merusak.
B.
Kritik
dan Saran
Demikian yang
dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah
ini , tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahan karna terbatasnya
Pengetahuan dan kurangnya rujukan dan referensi , penulis berharap kapada para
pembaca yang budiman memberikan kritik dan saran yang membangun guna
kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Ayat Dimyati, 2001, Hadits Arba’in, Masalah
‘Aqidah, Syari’at, dan Akhlaq, Bandung: Penerbit Marja’
Abd.Dahlan Aminah,
1985, Hadist Arba’in Annawawiyah, Bandung: Al-Ma’arif,